Date: Thu May 24 2001 - 16:24:14 EDT
Subject: Perdagangan Internasional dan Kemiskinan
Date: Thu, 24 May 2001 16:57:32 -0000
Perdagangan Internasional dan Kemiskinan
Pendahuluan
Pada artikel ini saya akan mencoba mengangkat masalah perdagangan
internasional beserta dampak yang akan ditimbulkannya, dalam hal ini saya
mencoba untuk mengangkat kemiskinan sebagai dampak terburuk karena sebab
adanya proses perdagangan yang “tidak adil” antar negara. Sejarah telah
membuktikan bahwa negara-negara yang menguasai modal/kapital dan teknologi
akan jauh lebih diuntungkan dalam perdagangannya dengan negara-negara yang
ketinggalan yang notabene hanya mengandalkan kelimpahan dari sumber daya
alam dan sumber daya manusianya. Saya akan mencoba untuk mengulas masalah
perdagangan internasional dari mulai era merkantilisme, kemudian pada era
ekonomi klasik, dan terakhir pada era sekarang. Terakhir saya akan mencoba
untuk mengulas apa itu kemiskinan beserta penjelasan disertai dengan
teori-teori yang lahir sebagai kritik terhadap perdagangan internasional
tersebut. Semoga saja para pelaku ekonomi dan para pedagang di Indonesia
dapat belajar dari sini.
Perdagangan Internasional Pada Era Merkantilisme
Merkantilisme pada prinsipnya merupakan suatu paham yang menganggap bahwa
penimbunan uang, atau logam mulia yang akan ditempa menjadi uang emas
ataupun perak haruslah dijadikan tujuan utama kebijakan nasional. Pada saat
merkantilisme lahir, sistem masyarakat pada saat itu berdasarkan feodalisme.
Sistem feodal pada dasarnya menanggapi kebutuhan penduduk akan perlindungan
terhadap gangguan perampok. Jaminan keselamatan tersebut diberikan oleh para
raja terhadap para bangsawan, kerabat, dan bawahannya. Sistem inilah yang
melahirkan tuan tanah, bangsawan, kaum petani, dan para vassal yaitu
raja-raja kecil yang diharuskan untuk membayar upeti terhadap raja besar.
Ketika merkantilisme mulai berkembang, sistem feodalisme yang usang sedikit
demi sedikit mulai terkikis, hak-hak istimewa yang dimiliki oleh para tuan
tanah dan para bangsawan mulai dihapus, lapisan-lapisan sosial yang melekat
pada sistem feodal mulai dihilangkan, cara produksi dan distribusi gaya
feodalpun mulai ditinggalkan.
Mengapa merkantilisme menitikberatkan pada penimbunan uang atau logam
mulia?
Pada saat itu Eropa tumbuh sebagai basis kekuatan industri dan
perdagangan baru di dunia, di mana peran para pedagang sangatlah besar. Hal
ini juga didorong karena ketika itu negara-negara seperti Spanyol, Portugal,
Inggris, Prancis, dan Belanda sedang giat-giatnya melakukan pelayaran
internasional guna mencari daerah-daerah baru yang dapat dijadikan sebagai
koloni-koloni mereka. Karena uang adalah bentuk kekayaan yang paling luwes
penggunaannya dan dapat dipercaya, dengan uang pula seseorang dapat membeli
apa saja, uang dapat diterima di seluruh dunia, maka penimbunan uang dalam
bentuk logam mulia dirasakan merupakan usaha paling tepat pada saat itu
dalam rangka menumpuk kekayaan suatu negara. Penumpukkan kekayaan dalam
bentuk logam mulia juga jauh lebih efisien karena tidak makan tempat dan
juga yang pasti tahan lama, bandingkan jika penumpukkan kekayaan pada saat
itu hanya dalam bentuk gandum atau hasil pertanian lainnya.
Salah satu tokoh besar yang lahir pada zaman merkantilisme adalah Thomas
Mun. Mun adalah seorang cendekiawan Inggris dan putera seorang pedagang di
London. Mun berhasil menelurkan hasil pemikirannya dalam bukunya yang
berjudul England’s Treasure by Foreign Trade yang memberikan sumbangan yang
sangat besar terhadap teori perdagangan internasional. Mun berpendapat bahwa
untuk meningkatkan kekayaan negara, cara yang biasa dilakukan adalah lewat
perdagangan dan karena itu pedoman yang harus dipegang teguh oleh suatu
negara adalah mengusahakan agar nilai ekspor ke luar negeri harus lebih
besar dibandingkan dengan yang diimpor oleh negara itu. Keuntungan bersih
menurutnya akan diperoleh melalui selisih dari hasil penjualan yaitu ekspor
dengan pembelian yaitu impor dan dengan demikian jumlah uang emas dan perak
yang akan diterima akan semakin besar tiap tahunnya. Mun juga berpendapat
jika suatu negara lewat perdagangan memperoleh banyak uang, jangan sampai
modal itu hilang justru karena uang itu tidak dipergunakan untuk berdagang
lagi.
Dari argumen Mun dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa bahkan dalam
suatu tata ekonomi perdagangan, uang baru merupakan kekayaan yang berarti
hanya bila uang tersebut digunakan sebagai alat tukar menukar, dan uang akan
menjadi beban suatu negara jika uang hanya disimpan saja. Sumbangan Mun yang
tidak kalah pentingnya adalah terciptanya suatu kerangka dasar neraca
pembayaran suatu negara pada tahun tertentu. Walaupun neraca pembayaran pada
saat itu angka-angka itu memang tidak disusun teliti, namun yang penting Mun
telah menunjukkan kerangka dasar neraca pembayaran dengan baik sekali.
Julukan merkantilisme pada dasarnya diberikan kepada aliran atau paham ini
oleh para kritikus ekonomi khususnya Adam Smith. Sebutan merkantilisme
mengandung makna menyamakan suatu bangsa atau negara dengan kebijakan
seorang pedagang, yang berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar pada
waktu menjual dibandingkan dengan apa yang dikeluarkannya ketika membeli dan
dengan demikian meningkatkan kekayaan perusahaannya. Seperti layaknya
seorang pedagang, bangsa yang merkantilis memandang bangsa dan negara lain
sebagai saingannya dan mencoba untuk merebut pasaran saingannya dengan cara
merebut suatu monopoli atau dengan cara lain-lainnya. Biasanya seorang
pedagang berusaha untuk menekan harga barang yang akan dibelinya, dan
membayar upah serendah mungkin dengan tujuan untuk menekan biaya pada titik
yang paling minimal. Demikian juga negara yang menganut paham merkantilisme
berusaha untuk menumpuk kekayaan dengan jalan memeras dan menguras
sumber-sumber daya yang murah di negara jajahan dan mengupah buruh dengan
upah yang sangat minim di negerinya sendiri.
Karena situasi dan kondisi tersebutlah maka mengapa peranan negara harus
begitu kuat demi nasionalisme ekonominya. Kekuasaan negara yang semakin kuat
berhasil menciptakan keadaan yang aman dengan mengatasi konflik-konflik
antarwilayah yang sering berkecamuk di antara para bangsawan. Terciptanya
keamanan dan kestabilan dalam negeri ini merupakan prasayarat untuk
memperluas pasar dalam negeri dan perkembangan produksi. Di samping itu juga
negara memberikan kemudahan-kemudahan kepada para pedagang untuk melakukan
perdagangan internasional, dengan demikian maka keuntungan yang diraih oleh
para pedagang dapat memberikan masukan pendapatan bagi negaranya.
Merkantilisme memang tidak semata mendatangkan keuntungan belaka bagi
negara-negara yang melakukan perdagangan internasional, namun juga kerugian
bahkan penderitaan bagi para buruh, petani, dan rakyat yang tinggal di
daerah koloni sebagai daerah jajahan. Para buruh dipaksa bekerja dengan
sekeras-kerasnya dengan upah yang serendah-rendahnya guna mendorong ekspor
sebanyak-banyaknya, bahkan konsumsi untuk dalam negeripun sampai dilupakan.
Jam kerja pada kenyataannya sangat tidak terbatas. Kondisi buruh sangat
memprihatinkan, anak-anak dan para wanita dengan pakaian yang
compang-camping dipaksa untuk bekerja di tambang batu bara di Inggris.
Pemogokan para pekerja dianggap sebagai suatu kejahatan dan langsung
ditindak tegas.
Nasib para petani tidak lebih baik dibandingkan dengan kaum buruh, pada saat
itu fungsi pertanian hanya dipandang sebagai penyedia bahan pangan yang
semurah mungkin dengan demikian juga upah buruh dapat ditekan rendah, dan
sebagai sumber bahan mentah untuk industri yang semurah-murahnya. Karena itu
mengapa penghasilan para tuan tanah terutama para petani yang bekerja
padanya begitu rendah. Belum lagi jika lahan pertanian dipaksa untuk diubah
menjadi lahan industri oleh pemerintah, maka dapatlah dipastikan berapa
banyak para petani yang bakal menganggur.
Lebih mengenaskan lagi nasib daerah jajahan pada saat itu. Karena didorong
motivasi untuk memperoleh daerah koloni baru guna menopang industri-industri
yang baru tumbuh, maka perbudakan menjadi salah satu cara guna memperoleh
sumber daya manusia yang murah bagi industri di negara merkantilis.
Pengurasan sumber-sumber daya alam besar-besaran dilakukan di setiap daerah
jajahan dengan tujuan untuk memperoleh sumber daya alam dengan
semurah-murahnya seperti kentang, tembakau, kopi, tebu, teh, cengkeh, dan
lain-lain untuk dijual lagi dengan harga yang setinggi-tingginya.
Perdagangan Internasional Pada Era Klasik
Ekonomi klasik resmi berdiri ketika Adam Smith mengeluarkan bukunya yang
berjudul An Inquiry into Nature and Causes of the Wealth of Nations, yang
biasa disingkat dengan Wealth of Nations. Dalam bukunya, Adam Smith mau
menjelaskan apa yang sejak itu merupakan pokok masalah ekonomi modern yakni
bagaimana meningkatkan kekayaan/kemakmuran suatu negara dan bagaimana
kekayaan tersebut didistribusikan. Menurut Adam Smith, kekayaan suatu negara
akan bertambah searah dengan peningkatan ketrampilan dan efisiensi para
tenaga kerja, dan sejalan dengan persentase penduduk yang terlibat dalam
proses produksi. Kesejahteraan ekonomi setiap individu tergantung pada
perbandingan antara produksi total dengan jumlah penduduk. Smith juga
menganjurkan adanya spesialisasi kerja dan penggunaan mesin-mesin sebagai
sarana utama untuk peningkatan produksi. Ia juga memperkenalkan konsep
invisible hand-nya di mana setiap orang yang melakukan kegiatan di dalam
perekonomian dituntun oleh sebuah “tangan yang tidak kelihatan” sehingga ia
dengan mengejar kepentingannya sendiri ia kerap justru lebih efektif
memajukan kepentingan masyarakat daripada kalau ia sungguh bermaksud untuk
memajukan kepentingan masyarakat itu.
Adam Smith mengajukan teori perdagangan internasional yang dikenal
dengan teori keunggulan absolut. Ia berpendapat bahwa jika suatu negara
menghendaki adanya persaingan, perdagangan bebas dan spesialisasi di dalam
negeri, maka hal yang sama juga dikehendaki dalam hubungan antar bangsa.
Karena hal itu ia mengusulkan bahwa sebaiknya semua negara lebih baik
berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan yang
absolut dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya. Apa yang dimaksud
dengan keunggulan yang absolut? Maksudnya begini, jika negara A dapat
memproduksi kentang untuk 8 unit per tenaga kerja sedangkan negara B untuk
komoditi yang sama hanya dapat memproduksi 4 unit per tenaga kerja,
sedangkan untuk komoditi lain misalnya gandum, negara A hanya dapat
memproduksi 6 unit per tenaga kerja sedangkan untuk negara B dapat
memproduksi 12 unit per tenaga kerja, maka dapat disimpulkan bahwa negara A
mempunyai keunggulan absolut dalam produksi kentang dibandingkan dengan
negara B, sedangkan negara B dapat dikatakan mempunyai keunggulan absolut
dalam produksi gandum dibandingkan negara A. Perdagangan internasional yang
saling menguntungkan antara kedua negara tersebut jika negara A mengekspor
kentang dan mengimpor gandum dari negara B, dan sebaliknya negara B
mengekspor gandum dan mengimpor kentang dari negara A.
Teori perdagangan internasional yang lain diperkenalkan oleh David Ricardo.
Teorinya dikenal dengan nama teori keunggulan komparatif. Berbeda dengan
teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam produksi
tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain,
teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun
satu negara tidak mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif di
kedua negara berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik
berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan
komparatif dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya. Teori ini
menekankan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika
salah satu negara tidak usah memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi
seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan
komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan
yang lainnya relatif berbeda.
Walaupun ada beberapa perbedaan pandangan mengenai perdagangan
internasional, namun pada dasarnya keberadaan pandangan ekonomi klasik ini
merupakan oposisi terhadap teori-teori yang beraliran merkantilistik abad
ke-17 dan 18. Kaum merkantilis pada pokoknya mengutamakan perdagangan luar
negeri, di mana mereka berpikir tipikal kapitalis yang keuntungannya datang
dari membeli murah dan menjual mahal. Sedangkan tema pokok dalam ekonomi
klasik adalah pembahasan tentang laba dan sewa dalam dalam pengertian
surplus yang datang dari produksi. Surplus itu sendiri nantinya akan masuk
ke tangan para kapitalis atau pemilik tanah sebagai tambahan untuk akumulasi
modalnya.
Perdagangan internasional pada saat itu kondisinya tidak jauh berbeda
dengan perdagangan internasional pada era merkantilisme, negara-negara
jajahan tetap saja menjadi tumbal dalam perdagangan internasional.
Negara-negara yang pada saat itu menjadi negara-negara maju yakni
negara-negara yang mengandalkan sektor industri mengambil keuntungan dari
perdagangan internasional dibandingkan dengan negara-negara yang hanya
mengandalkan sektor agraris saja. Apa sebab?
Karena pertama, barang-barang
industri dapat dihasilkan kapan saja tidak terikat pada musim, berbeda
dengan barang-barang hasil pertanian yang terikat pada musim sehingga
barang-barang industri dapat segera ready stock dibandingkan dengan
barang-barang hasil agraris yang harus menunggu dulu pada saat panen.
Kedua,
barang-barang industri memiliki heterogenitas yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan barang-barang hasil pertanian yang cenderung lebih
homogen. Gandum yang dihasilkan di negara A mungkin tidak jauh berbeda
bahkan mungkin sama jika dibandingkan dengan gandum yang dihasilkan di
negara B. Tetapi jika kita melihat pada hasil industri, misalnya mesin maka
mesin yang dihasilkan di negara A tidak mungkin sama bahkan sangat berbeda
dengan mesin yang dihasilkan di negara B walaupun kedua mesin tersebut
mungkin memiliki fungsi yang sama. Sehingga karena barang hasil industri
dapat lebih terdiferensiasi dibandingkan dengan barang hasil pertanian, maka
harga barang industri dapat lebih mahal di pasar karena keunikan yang
dimiliki oleh masing-masing barang industri yang diproduksi.
Ketiga
negara-negara industri dapat menjual barang industri dengan harga yang lebih
mahal dibandingkan dengan negara-negara agraris yang hanya menjual produk
pertanian. Nilai barang industri menjadi lebih mahal karena ia mendapat
proses yang lebih lanjut di dalam pabrik-pabrik sehingga produk tersebut
lebih berdaya guna. Jika misalnya negara A menjual kapas kepada negara B,
lalu kemudian negara B memproses kapas tersebut menjadi benang kemudian kain
maka nilai kain tersebut lebih mahal dibandingkan dengan nilai kapas tadi.
Oleh negara B, kain tersebut dijual kepada negara A, negara A dalam hal ini
akan mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk membeli kain tersebut
dibandingkan dengan pemasukannya dari penjualan kapas ke negara B. Karena
alasan inilah mengapa negara-negara industrialis akan lebih diuntungkan
dalam perdagangan internasional daripada negara-negara agraris.
Pada era ini, nasib buruh tidak lebih baik dibandingkan pada waktu era
merkantilisme. Buruh demikian tertekan karena kebijakan “upah besi”, dengan
tujuan agar perusahaan dapat menekan biaya mereka untuk terus berada pada
titik terendah, sehingga si kapitalis dapat mengambil nilai lebih atau
surplus dari produksi tersebut sebagai tambahan untuk kapital atau modalnya.
Perdagangan Internasional Pada Era Sekarang
Setelah Perang Dunia II, secara garis besar di dunia terbagi dua jenis
negara yang sangat berbeda dari segi karakteristik perekonomian. Yang
pertama adalah negara maju. Negara-negara maju pada umumnya adalah bekas
negara-negara penjajah pada zaman imperialisme dan kolonialisme dulu. Yang
kedua adalah negara sedang berkembang atau sering disebut sebagai negara
yang terbelakang dari segi kemampuan perekonomiannya. Negara-negara ini pada
umumya adalah bekas negara-negara jajahan di masa lampau, walaupun sebagian
dari mereka sekarang sudah dapat menjadi negara-negara maju namun jumlahnya
masih sangat sedikit.
Ciri-ciri dari negara sedang berkembang adalah:
1. Kemiskinan secara umum
2. Konsentrasi pada pertanian
3. Ekonomi dualistik
4. Sumber daya alam kurang terolah
5. Memiliki ciri demografis yakni dominasi penduduk usia muda
6. Banyak pengangguran termasuk pengangguran terselubung
7. Keterbelakangan ekonomi
8. Ketiadaan inisiatif dalam usaha atau etos kerja yang sangat rendah dari
penduduknya
9. Keberadaan modal sangat langka, inilah sebabnya mengapa negara berkembang
sangat mengandalkan investasi asing
10. Ketertinggalan dalam teknologi
11. Orientasi perdagangan luar negeri
Karena kondisi-kondisi di ataslah menjadi alasan mengapa adalah sangat
sulit bagi negara-negara yang sedang berkembang untuk mengembangkan
perekonomiannya, juga seringkali dalam perdagangan internasionalnya
negara-negara sedang berkembang tidak dapat memperoleh keuntungan yang
benar-benar maksimal jika dibandingkan dengan negara-negara industri atau
negara-negara maju. Atau secara singkat, dalam perdagangan internasional
negara-negara maju memiliki posisi yang jauh lebih menguntungkan
dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang. Apa sebabnya? Di
sini saya akan mencoba menyajikan dua macam teori sebagai kritik terhadap
perdagangan internasional yang dinilai tidak adil bagi negara-negara sedang
berkembang. Walaupun kritik ini tidak sempurna, namun tidak ada salahnya
untuk kita kaji dan cermati.
Yang pertama adalah backwash effects theory, teori yang dikembangkan oleh
Gunnar Myrdal. Teori ini mengkritik pandangan dari ekonomi klasik yang
menganggap bahwa pembangunan ekonomi suatu wilayah dunia akan menyebar ke
wilayah lainnya karena adanya perdagangan internasional. Pada kenyataannya,
menurut Myrdal di pasar internasional negara-negara sedang berkembang kalah
dalam bersaing karena adanya disparitas teknologi yang sangat mencolok. Hal
ini disebut sebagai backwash effects dari perdagangan internasional bagi
negara sedang berkembang. Kedua, ekspor dari negara sedang berkembang
mengandalkan produk primer dan unskilled labor sehingga hasil produknya
menghadapi elastisitas permintaan yang rendah. Arus modal internasional juga
tidak dapat diandalkan, karena pada kenyataannya modal lebih banyak yang
beralih dari negara sedang berkembang ke negara-negara maju. Mengapa bisa
demikian? Karena pertama, faktor keamanan dan kestabilan dalam politik di
negara-negara maju memancing para kapitalis di negara-negara sedang
berkembang untuk mengalihkan modalnya ke negara-negara maju karena alasan
keamanan. Kedua, karena negara-negara maju memiliki instrumen pasar uang dan
pasar modal yang lebih banyak variasinya dan lebih mapan dibandingkan dengan
pasar uang dan pasar modal yang ada di negara sedang berkembang. Kelemahan
dari teori ini seperti yang kita lihat sekarang adalah bahwa secara empiris
negara-negara yang termasuk Asian New Industrial Countries seperti Korea
Selatan, Singapura, dan Taiwan justru berhasil menciptakan kemajuan dari
perdagangan internasional.
Yang kedua adalah teori dependensia. Teori ini berpendapat bahwa pada
dasarnya di dunia ada dua jenis negara, yang pertama adalah negara pusat
(core) yakni negara-negara maju, yang kedua adalah negara-negara pinggiran
(periphery) yakni negara-negara sedang berkembang. Negara-negara pinggiran
sangat bergantung kepada negara pusat. Negara pusat melakukan penghisapan
kepada negara-negara pinggiran (surplusnya dihisap) yang mengakibatkan
adanya pertukaran yang tidak adil. Foreign investment membuat pertumbuhan
ekonomi negara sedang berkembang semakin tergantung pada negara maju demi
kepentingan pasar dan modal. Hal ini terjadi karena adanya inequal exchange
antara negara sedang berkembang dan negara maju. Teori ini mengajukan solusi
bahwa sebaiknya negara-negara pinggiran harus melepaskan pengaruhnya sama
sekali dari negara pusat dan melakukan pakta perdagangan dengan
negara-negara pinggiran lainnya. Namun pada kenyataanya hal ini sangat sulit
dilakukan karena jika hanya dilakukan pakta perdagangan antara dua negara
yang sama-sama pinggiran, maka pertukaran mungkin tidak terjadi sama sekali
karena barang yang ditawarkan dari masing-masing negara pinggiran adalah
sama yakni barang-barang hasil pertanian, sedangkan syarat terjadinya
pertukaran atau perdagangan internasional adalah karena adanya perbedaan
hasil produksi antara satu negara dengan negara lain. Sekali lagi teori ini
mempunyai kelemahan, karena secara empiris negara-negara yang termasuk New
Industrial Countries justru berhasil memenangkan persaingan dagang bahkan
dengan negara-negara maju sekalipun. Menutup diri dari pedagangan
internasional ataupun menutup diri dari pengaruh negara-negara barat bukan
salah satu jalan keluar. Terbukti bahwa negara-negara yang menutup diri dari
pengaruh negara barat akan mengalami kesulitan dalam pembangunan
perekonomiannya, kenyataan pahit inilah yang dialami oleh negara-negara yang
mengisolasi dari negara barat seperti Korea Utara, Cuba, dan Afganistan.
----- End of forwarded message from Andreas Limongan -----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar