Senin, 31 Januari 2011

Unfair Trade Practices

Prolog
Unfair trade practices ialah praktek- praktek perdagangan yang bisa dianggap curang, tidak sesuai dengan hukum perdagangan (illegal). Contohnya seperti Dumping, Black Market, Grey Market, dll. Dimana praktek- praktek perdagangan seperti itu sangat merugikan bagi beberapa pihak/ negara yang telibat dalam transaksi perdagngan tsb.
Pertama, dalam makalah ini saya akan menjelaskan sekilas mengenai pengertian black market itu sendiri. Black Market/ BM (kadang-kadang dikenal sebagai ekonomi bawah tanah atau hitam) adalah perdagangan barang dan jasa yang bukan merupakan bagian resmi dari ekonomi suatu negara, barang- barang dari suatu negara diselundupkan masuk ke negara lain sehingga pajak tidak dibayar, atau kegiatan ilegal, seperti narkoba dan prostitusi.
·         Harga barang mungkin lebih murah dari harga pasar. Karena para pemasok tidak harus membayar biaya produksi atau pajak, tetapi tidak ada tanda terima, jaminan/ garansi dsb.
·         Mungkin lebih mahal daripada harga pasar. Biasanya karena produk ini sulit untuk diperoleh atau diproduksi, berbahaya atau tidak dengan mudah tersedia di pasaran. Contohnya seperti beberapa jenis obat- obatan.
Kasus
Seorang teman mengungkapkan kekesalan hatinya lalu menulis di halaman note di Facebook. Dia, namanya Anindhita Maharrani (Dhita), kesal karena BlackBerry miliknya tiba-tiba “ngadat”. BlackBerry Bold milik Dhita itu tiba-tiba tak bisa dipakai untuk berselancar di jalur Internet, mengirim dan menerima e-mail, dan chatting via BlackBerry Messenger atau Yahoo! Messenger. BB hanya dapat dipakai untuk telpon dan SMS.
Supaya tak bias, saya kutip langsung kronologi kasusnya seperti yang ditulis di Facebook:
“People these days..kayanya kalo bisa nipu, pilih nipu.
Nggak operator telepon seluler, perusahaan segede Research In Motion, sampai pedagang HP di ITC Fatmawati. Saya, korbannya. BlackBerry, alatnya.
Saya pakai Bold sejak Februari lalu. Operator XL. Langganan bulanan.Nggak ada masalah. BBM, email, Y!M, Viigo. Beberapa fitur dan aplikasi yang membantu pekerjaan saya sebagai redaktur (waktu itu) dan freelancer (baru-baru ini).Sampai Jumat lalu. Tiba-tiba nggak berfungsi semua. Saya telepon customer service 817. Dari siang, sore, malam, sampai Sabtu pagi. Tidak satu pun dari 7 CS yang bisa membantu.Sabtu pagi saya ke XL Center Blok M Plaza. Dengan bantuan Mas Markus yang murah senyum, terungkaplah problem. Menurut dia nomor IMEI yang tertera di Status BB, di badan handset (bagian belakang dekat baterai), dan yang ada di sistem mereka berbeda. Intinya, BB itu divonis BM.
Okay. Saya makin emosi. Bukan sama Mas Markus, tapi sama XL sebagai operator, RIM sebagai produsen BB, dan si penjual HP. Kenapa?
1. RIM
Kok saya tidak pernah dengar atau baca sedikit pun informasi mengenai IMEI. Bukankah sebagai produsen alat yang bikin orang Technopoly, RIM seharusnya menyarankan pengguna atau calon pengguna produknya untuk berhati-hati dan memeriksa nomor IMEI handset BB mereka?
Tapi susah juga ya. Perwakilan help desk atau customer service RIM aja nggak ada di negeri ini. Padahal sebegitu banyaknya yang pakai BB di kota ini.
2. XL
Namanya doang XL, kelakuan nol besar. Sama aja kaya bandit cap kapak. Mereka menikmati uang langganan layanan BlackBerry Rp 199 ribu per bulan dari saya. Plus biaya GPRS yang entah berapa per-KB nya yang harus saya bayar setiap bulan -karena saya dicap tidak memakai layanan BB internet service melainkan GPRS biasa. Lebih ironisnya lagi, saya pelanggan yang nggak pernah telat bayar.
Mestinya dari awal mereka bilang dong. Sorry handset Anda BM, jadi kami nggak bisa memberikan layanan BIS. Sebaliknya, mereka lempar batu sembunyi tangan. Mengambil keuntungan dari penderitaan konsumen, dan ketika saya kesulitan, mereka lepas tangan.
3. Pedagang HP
“Namanya juga orang dagang,” kata seorang teman. Lha, situ mau nipu, apa mau dagang. Bayar harga original, dapetnya BM. Rasanya saya pengen laporin itu toko ke kantor polisi. Tapi, polisi juga sama aja. Hahaha!
Emosi jiwa banget, nget, nget. Tolong lah. Mudah-mudahan orang-orang terkait dengan tiga pihak yang saya mention di atas baca tulisan ini. Karena menurut seorang teman, yang wartawan teknologi, lebih dari 50% BB di negeri ini masuk kategori BM. Bahkan sebuah operator yang nggak kalah besar dari XL, minta barang ke pengecer di Roxy ketika kehabisan stok.
So, mana yang BM dan mana yang BB beneran? Make sure lah. Mudah-mudahan nggak ada yang bernasib sama seperti saya.”
Analisis kasus
Kesimpulan :
1.    Barang- barang BM telah sangat banyak di pasaran, bahkan lebih dari 50% BB di negeri ini masuk kategori BM tanpa kita tahu perbedaannya dengan produk yang original sehuingga banyak konsuman yang tertipu.
2.    Para pelaku pasar hanya berfikir untuk keuntungannya saja, hingga operator yang harusnya menyediakan layanan resmi-pun ikut menjual BB yang BM, yaitu dengan minta barang ke pengecer di Roxy ketika kehabisan stok originalnya.
3.    BB yang BM tidak dapat dipakai untuk berselancar di jalur Internet, mengirim dan menerima e-mail, chatting via BlackBerry Messenger atau Yahoo! Messenger. BB hanya dapat dipakai untuk telpon dan SMS.
Saran :
1.    Menurut saya, RIM dan para operator seharusnya ikut bertanggung jawab dengan memberikan edukasi pada konsumennya. misalnya, dengan memasang pengumuman di media massa atau situs web mengenai masalah PIN dan IMEI. Apa kaitan PIN dan IMEI bagi pemanfaatan fasilitas dan layanan BlackBerry? Apa konsekuensi membeli BlackBerry BM?.
2.    Dalam hal ini pemerintah Indonesia -pun harusnya bisa tegas pada “oknum” yang menjadi “jembatan” dan terlibat dalam penyebaran produk- produk Black Market di negeri ini. Mulai dari kePabeanan yang harus lebih diparketat, pengawasan di pelabuhan, pengawasan setiap kegitan eksper-impor supaya tidak lagi terjadi penyelundupan, dan mendesak pihak RIM untuk mendirikan Customer Service-nya di Indonesia sebagai bentuk tanggung jawab layanan purna jual.

1 komentar: